DAPUR TOWR VI
DAPUR
TOWR VI
Oleh : M. Muinul Haq
Aku
masih tidak percaya dapat menulis seperti ini. Bahkan hingga tulisan ini
selesai, Aku masih tidak menyangka akan dapat seperti ini. Sungguh, rekaman
akhir desember dan kenangan bersamanya dalam TOWR VI begitu menginspirasi. Setiap
dorongan selalu hadir di benakku, berulang, seakan terus berkomat-kamit
memotivasiku untuk terus menulis, membaca, bedakwah. “write your story, create
your glory”, suatu petikan yang menggelitikku di awal, bahwa mengapa kita harus
menciptakan kemenangan dengan menulis kisah kita ?. Toh, kita bisa menggapainya
dengan menggenggam dunia lewat temuan kita, di bidang kita. Lalu hari demi hari
Aku belajar banyak hal di dalamnya. Bahwa menulis adalah saat di mana kamu
berkontribusi merekam jejak sejarah. Sejarah siapa ? tentu sejarah dirimu,
bahwa kamu itu ada. Bukan hanya seonggok daging yang bernyawa lalu mati
membangkai begitu saja, namun engkau berkontribusi dengan penamu, dengan
tulisan tentang duniamu saat ini. Dan kelak akan menjadi pelajaran berharga
bagi orang-orang di sekitarmu juga anak-anakmu dan diteruskan kepada
cucu-cucumu. Itulah kemenanganmu. Aku masih terus bermimpi bahwa legenda pribadiku
akan tercipta lewat menulis, semua berawal dari jejak-jejak basahku di TOWR VI
Bantimurung.
Aku
memandang TOWR dari satu sudut di bilik sebuah rumah bertemakan Islami. Rumah
yang teduh, sederhana berlatarkan hamparan karst, banyak hijau menyelimutinya. Bilik
di dalamnya merupakan sekat yang memisahkan dapur dengan ruang makan, terdapat
satu celah selebar dua orang dewasa yang menghubungkannya. Penghuni rumah
bergantian memasak dan menyediakan makanan, melewati bilik itu. Begitu ramah
para penghuni rumah ini, sesekali mereka bercerita tentang indahnya berdakwah
lewat hitam di atas putih, sebuah pena dan kertas menyelamatkan dunia dari
mirisnya buta huruf dan mengajak orang untuk dekat dengan agamanya. TOWR adalah
dapur itu sendiri, yang memiliki banyak komponen di dalamnya. Rumah itu tetap
ada, namun dapur ini bertahan hanya tiga hari lamanya dalam setahun, anehkan ?,
karena kita menginginkannya ada di setiap hari sepanjang tahun. Setiap materi
kepenulisan adalah sebuah kompor, kuali dan sendok. Motivasi, semangat, ibadah,
dan cinta adalah bumbu-bumbu penyedap milik penghuni rumah. Aku dan delapan
puluh dua orang lainnya berada di dalam kuali bersama dengan pena dan lembaran
kertas juga minat menulis kami. Melebihi warna pelangi, bahkan lebih beraneka
dari bahan masakan. Kami memiliki warna masing-masing, dan mewakili bahan
masakan yang beragam. Rentang waktu kami untuk masak pun berbeda-beda, serupa
kentang dan kola tau lobak dan lengkoas. Kokinya tentu kakak-kakak panitia,
penghuni rumah yang mondar-mandir melewati bilik itu.
Wah,
terlihat kepiawaian kakak-kakak panitia dalam memasak, penghuni rumah yang tahu
kapan mengecilkan api dan kapan membesarkannya, atau kapan memberi garam dan
kapan memberi gula. Hujan, gerimis, dan kehangatan, kuali ini terasa begitu
nyaman, sungguh, terasa ada ikatan yang kuat antara kami dan sang koki. Di
dalam kuali ini kami bereaksi, bukan hal yang mudah untuk mematangkan diri, api
TOWR akan terus ada di bawahnya, tinggal kita yang bereaksi, membaca, menulis,
membaca lagi, menulis lagi, seolah ada harmoni yang mengaitkan keduanya.
Training
Of Writing and Recruitment FLP SULSEL telah mewadahi kita, selama tiga hari dua
malam lamanya, panitia telah membuat banyak jejak antara dapur dan ruang makan,
belum lagi kepanikannya mencari tambahan bumbu di pasar, tak ada wajah lelah
terpampang di wajah mereka, entah sehebat bagaimana mereka menyembunyikannya.
Wajah berseri-seri, ramah, dan ikhlas begitu jelas saat mereka mengaduk kuali,
memastikan semua bumbu-bumbu motivasi tercampur, sesekali dicicipnya tulisan
kita dalam kuali, tak ada cibiran, hanya tambahan motivasi untuk berkarya lebih
baik lagi, untuk tidak puas hanya sampai di situ.
Sekarang
sebenarnya adalah waktu makan bagi mereka, panitia, mas Gegge dan yang lainnya
untuk mencicipi tulisan-tulisan kita. Gurihkah ? Matangkah ? Renyah ? Asin
mungkin ? atau masih hambar, sudah saatnya mereka mencicipi hasil jerih-payah
tiga hari dua malam itu. Mas Gegge akan kembali memastikan bahwa api kita tetap
ada, entah itu kecil maupun besar, yang pasti belum padam oleh hujan atau
pemadam kebakaran yang menemui kita.
“Kita
cek api semangatnya yaa . . “
“TOWR
VI . . ”
“WRITE
YOUR STORY, CREATE YOUR GLORY”
“FLP
SULSEL”
“INSYA
ALLAH BERJAYA”
Maaf
ya kak, Aku masih harus dimasak. Belum matang dan masih terasa hambar.
0 komentar: