Pintu Bisu

Cerpen iseng, tapi juara dua di lomba menulis saoraja KMTS ^_^

Mohon kritik dan sarannya :)
Check it out !!


Pintu Bisu
Sumber: Baltyra.com


“Brakkkk . .” Aku kembali disentak, begitu keras. Pasti dia kembali bersedih. 
Tuh kan benar apa kataku. Dia bersedih lagi karena mereka.

“mama maunya apa sih ?” ungkap pria setengah abad berkata cukup keras.
“ha ? justru papa yang maunya apa ?” timpal seorang wanita seperempat abad. 
            Dia hanya terus menangis, setelah melabrakku begitu keras. Sambil terus mendengar kecamuk di telinganya. Kasihan dia. Begitu malang hidupnya. Orang tuanya tak lagi peduli terhadapnya. Mereka lebih memilih mempertahankan egonya masing-masing, malamnya diisi dengan perang mulut, bersisa Ali bersandar padaku, menangis sejadi-jadinya. Masih terlalu dini untuknya bersedih, mestinya saat ini dia menikmati masa-masa dimanja orang tuanya, tawa ringan bersamanya, pelukan hangat di sepanjang masa kecilnya atau sekedar perhatian kecil tentang tahun pertamanya sekolah. Namun takdir berkata lain untuknya.  
“Sampai kapan mama mau kerja di sana ? Pergi pagi buta, pulang di sepertiga malam. Aku jadi curiga” dengan nada sinis pria tadi kembali melawan. Terasa aroma amarahnya, meledak-ledak ia mengurung lawan bicaranya yang baru saja datang.
 Sejak maret tahun lalu setahuku. Tepat di depanku Ibu Ali membulatkan tekad bekerja di perusahan swasta. Sebelumnya Dia tumpahkan semua kebimbangannya di belakangku, tangisannya membuatku tercengang, Ia sempat ragu menjemput pekerjaan ini. Jam kerjanya normal seperti perusahan lain, namun lokasi perusahaan yang begitu jauh membuatnya hanya sekejap mata di rumah. Bus dan kereta api, dua hal yang merebut waktu manisnya bersama keluarga, ini harus diterimanya demi keluarganya pula. Untuk sampai di tempat kerjanya, Ia harus duduk manis di halte sejak pagi buta menunggu bis, agar sampai di terminal kereta tepat waktu. Apalagi perusahaan tempatnya bekerja menerapkan aturan jam kerja begitu ketat, telat sedetik saja bisa membuat gajinya terancam. Sempat dia berpikir untuk berhenti karena terlampau sakit meninggalkan keluarga, namun apa daya, gaji yang menggiurkan dan sulitnya mencari pekerjaan bagus di kota, membuatnya urung untuk tunduk pada pemikirannya. Aku hanya iba pada Ali. Jika Ali tak begadang semalaman suntuk menunggunya, ia hanya dapat melihatnya selepas subuh, begitu cepat. Sesaat. Bahkan terkadang hanya melihat punggung Ibunya yang terburu-buru menuruni tangga depan kamar Ali . Ibu Ali adalah sosok yang kuat, Aku menyaksikannya saat dia tidur di samping Ali, normalnya ia tidur kurang dari empat jam, sesekali ia menyeka air matanya saat memeluk Ali sembari mencoba tidur, entah apa yang ia simpan di dalam hatinya. Sejak suaminya berubah menjadi penggonggong pekerjaannya, ia jadi lebih sering tidur bersama Ali.
Sebenarnya baru belakangan ini mereka saling melempar kata-kata sinis di depanku, di depan kamar Ali. Karena sebelumnya ayah Ali menyetujui pekerjaan istrinya, bahkan sangat senang ia dapat diterima kerja. Karena dia sendiri telah mengaku tak bisa lagi bekerja. Ia frustasi. Puluhan asetnya hilang diambil alih, perusahaan-perusahaannya mandek, segala investasinya raib . Segalanya bermula saat ia berada di puncak, ia terlampau bangga, lalu jatuh hanya dengan sekali tepukan. Sahabatnya yang membersamai kerjanya menepuknya dengan tusukan dari belakang. Segala yang dimilikinya lenyap. Habis bersisa rumah warisan orang tuanya, kegilaan dan trauma mendalam di jiwanya. Aku tahu hal ini karena kesombongannya yang meledak-ledak di depanku, juga amukannya menghamburkan seisi ruang tamu, dan sekali meninjuku hingga membuat kepalannya meneteskan darah. Dan Ali pada saat itu berada di belakangku, hanya menangis sejadi-jadinya. Jangan kira Aku ini hanya pintu mati yang tak berperasaan. Bahkan Aku lebih mengerti Ali dibanding mereka ! .
“Sampai papa bekerja kembali ! “ di tatapnya dengan sangar pria itu.
“Aku juga capek kerja ini! terserah kamu mau curiga apa padaku. Tapi mau bagaimana lagi ? kita mau makan apa tanpa kerjaan ini ?” lanjutnya mulai meneteskan air mata.

“brakk . .” Ali menutupku sekeras-kerasnya, kekuatan ini tak lazim untuk anak seusianya, mungkin karena emosinya memuncak. Hendak kemana kau Ali ? tetaplah di sini, jangan hiraukan mereka. Ali jangaaann . .
Aku lupa bahwa sekuat apapun aku menahannya, tetap saja ia akan pergi. Aku hanya pintu, diam di tempat, mematung, aku tak dapat menjangkaunya, meneriakkan kata-kata untuknya, meski begitu jeli membaca hatinya. Aku bisu. Aku tak dapat menahannya.
“Papa dan mama jahat! Aku benci kalian” Kudengar dengan jelas kata-kata Ali membisukan kedua orang tuanya. Sunyi, begitu hening, tersisa isak tangis Ali yang sebenarnya dari tadi ia coba tahan. Tangan mungilnya terus berusaha menghapus air matanya. Tak lama berselang kusaksikan Ali lari sekencang-kencangnya menuju tangga . Ditinggal keduanya mematung di sana, kaku, membisu . tak ada tanggapan sedikitpun dari mereka. Hanya disaksikan anaknya berlari menuju tangga.
Aliiii jaaangaaaannn  . . . Aku melihat selang AC yang bocor mengeluarkan air tepat di ubin pertama sebelum tangga. Heyy kaliaann lihat genangan itu, Ali akan jatuh karenanya. Cepat bertindak. Kumohon . .
“blaaakkk . .”
“Aaaaaaa . . . .”  Ali menjerit sangat keras sebelum membisu, tak berdaya, entah tak bernyawa lagi mungkin. Tangis Ibunya mengisyaratkan itu, di ujung tangga, jauh dari diriku yang sendiri berlinang kesedihan. Aku memang hanya pintu, benda mati, tapi Aku lebih mengerti perasaannya. Aku selalu ada untuk dia banting, lalu bersandar di belakangku. Tempat dia menangis. Karena kalian yang tak memberinya kesempatan untuk bahagia. Sekarang dia tak lagi bernyawa, sama sepertiku. Tak ada lagi dia yang menemaniku di sini.
**
            Kini, di penghujung maret hanya ada kamu yang sesekali menangis, bersandar di belakangku. Sembari menikmati kenangan Ali dalam sebuah frame foto. Sama sepertimu Aku pun terkena pilu itu. Ali sejak dulu bersandar padaku dari semua kesedihan yang kalian buat. Andai kalian sesaat melepas ego masing-masing, demi Ali. Untuk membuatnya sedikit berbahagia sebelum dia pergi . 
Ah, bodoh ! semua sudah terlambat . Aku pun terlambat memberitahumu. Aku lupa lagi. Aku hanya benda mati. Walau berbicara tetap saja bisu olehmu. Sungguh, bisu ini begitu membelenggu

1 komentar:

  1. wah wah.. ternyata kamu adalah pintu. (y) :D
    cantik tulisanmu. :)

    BalasHapus

Copyright © 2012 MUDA INOVATIF.